Pendapatan rumah tangga
petani saat ini ada yang hanya Rp 300.000 per bulan. Itu pun kalau panen
padinya dalam kondisi bagus dan iklim bersahabat. Perlu kebijakan revolusioner
untuk mencegah pemiskinan petani yang semakin meluas.
Penelusuran Kompas di sejumlah sentra produksi padi di wilayah pantai utara
Jawa dari Karawang, Jawa Barat, hingga Tegal, Jawa Tengah, sejak Minggu hingga
Selasa (22/2/2011), menunjukkan, pemiskinan petani memang nyata terjadi. Di
lapangan, Mujib (35), pemuda warga Desa Randusari, Kecamatan Pagerbarang,
Kabupaten Tegal, menyatakan, saat ini ia hanya mengolah lahan sawah 0,25 bau
atau sekitar 1.700 meter persegi (1 bau sekitar 0,7 hektar atau 7.096 meter
persegi). Lahan ini pemberian orangtuanya, mantan pegawai Kantor Urusan Agama
Tegal. Pemilik lahan satu bau itu saat ini menggarap lahan sewa 0,25 hektar.
Dengan mengolah lahan 1.700 meter persegi, pendapatan bulanan Mujib hanya Rp
300.000-Rp 400.000 per bulan. Itu pun dengan catatan kalau panen padi tidak ada
gangguan. Karena tidak mencukupi kebutuhan, sekalipun dia masih membujang,
Mujib mencari tambahan penghasilan dari berjualan benih dan pupuk. Paling tidak
untuk kedua usaha sampingannya itu, Mujib mendapatkan tambahan penghasilan
bulanan Rp 100.000-Rp 200.000 per bulan. Dengan begitu, total penghasilannya
menjadi Rp 500.000-Rp 600.000. Jumlah ini berbeda jauh dari pendapatan ayahnya
yang dulu sebagai petani dengan lahan satu bau dan bekerja sebagai pegawai
negeri sipil. ”Meski saya sudah cari tambahan penghasilan, tetap kecil
pendapatannya,” kata Mujib, yang pernah juga mencoba membudidayakan lele,
tetapi malah merugi Rp 700.000. Berharap mendapat tambahan penghasilan, ia
justru merugi. Hadi
Subeno (50), petani dari Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten
Pemalang, saat ditemui sedang menjadi buruh panen di Desa Selapura, Kecamatan
Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, mengatakan, selama ini ia hanya bertani pada lahan
sewa seluas 1.700 meter persegi. Dengan biaya sewa tanah sebesar Rp
1,5 juta sekali musim tanam, ia sering tidak bisa mendapatkan hasil. Rata-rata,
hasil penjualan padi pada lahan tersebut sebesar Rp 2,5 hingga Rp 3 juta. Padahal, ia
juga masih harus mengeluarkan biaya tanam sekitar Rp 1 juta. ”Sering tidak
dapat apa-apa, tidak nombok, tetapi juga tidak untung,” katanya.
Keterangan:
Kalimat Penalaran: Kalimat yang berwarna merah merupakan kalimat
penalaran karena terdapat kejelasan dan fakta dalam kalimat tersebut.
Kalimat Argumentasi: Kalimat yang berwarna ungu merupakan
kalimat argumentasi,
2.
Simpanan di Bank Melorot Rp 40,4 Triliun
JAKARTA, KOMPAS.com –
Bertambahnya jumlah rekening bukan berarti uang simpanan meningkat. Berdasarkan
data yang disampaikan Lembaga Penjamin Simpanan, pada Januari lalu jumlah
rekening tabungan tumbuh sebesar 0,3 persen namun duit yang disimpan justru
melorot sebesar Rp 40,40 triliun bila dibandingkan Desember 2010 lalu. Pada
Januari lalu, jumlah rekening bertambah 296.065 menjadi 97.500.958. Namun, uang
yang disimpan turun menjadi Rp 2.330,58 triliun. Penurunan yang signifikan terjadi pada jenis tabungan sebesar 2,32
persen atau sebesar Rp 17,04 triliun. lalu, disusul kemudian deposito sebesar
Rp 16,3 triliun dan giro sebesar Rp 6,03 triliun. Yang naik hanya sertifikat
deposito sebesar Rp 10 miliar. Cuma, LPS mengatakan, total nilai simpanan Januari lalu mengalami
kenaikan bila dibandingkan Januari 2010 lalu. Kenaikannya mencapai 18,49
persen.
Keterangan:
Kalimat Penalaran : Kalimat yang bercetak merah merupakan kalimat
penalaran karena terdapat kejelasan dan fakta dalam kalimat tersebut, seperti
“Berdasarkan data yang disampaikan Lembaga Penjamin Simpanan”, merupakan
penjelasan bahwa kalimat tersebut fakta.
Kalimat Argumentasi : Kalimat yang bercetak ungu merupakan
kalimat argumentasi, karena kalimat tersebut dapat mempengaruhi pendapat orang
lain dan belum ada kejelasan dalam kalimatnya
sumber : www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar